Analisis Resiko
Secara sederhana, analisis resiko atau risk analysis
dapat diartikan sebagai sebuah prosedur untuk mengenali satu ancaman dan
kerentanan, kemudian menganalisanya untuk memastikan hasil pembongkaran, dan
menyoroti bagaimana dampak-dampak yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau
dikurangi. Analisis resiko juga dipahami sebagai sebuah proses untuk menentukan
pengamanan macam apa yang cocok atau layak untuk sebuah sistem atau lingkungan
(ISO 1799, “An Introduction To Risk Analysis”, 2012).
Berikut ini akan dijabarkan beberapa tipe dari
analisis resiko:
A. Analisis Resiko Kuantitatif dan Kualitatif
James W. Meritt, dalam A Method for Quantitative Risk
Analysis, menjelaskan bahwa Analisis Resiko Kuantitatif merupakan satu metode
analisis resiko yang mengenali pengendalian pengamanan apa dan bagaimana yang
seharusnya diterapkan serta besaran biaya untuk menerapkannya. Sedangkan Analisis Resiko Kualitatif digunakan
untuk meningkatkan kesadaran atas masalah keamanan sistem informasi dan sikap
dari sistem yang sedang dianalisis tersebut.
Lebih lanjut, Meritt menerangkan bahwa dua metode
tersebut dapat berkombinasi menjadi satu, yang kemudian dikenal sebagai metode
hibrida atau Hybrid method. Metode Hibrida merupakan sebuah kombinasi dari dua
metode analisis resiko kuantitatif dan kualitatif, dan dapat digunakan untuk
menerapkan komponen-komponen yang memanfaatkan informasi yang tersedia
sekaligus memperkecil matriks yang terkumpul dan dihitung. Metode ini,
sayangnya, kurang intinsif secara numeric (tetapi lebih murah biayanya)
dibandingkan dengan sebuah metode analisis yang dilakukan secara lengkap dan
mendalam.
Menurut J. W. Meritt, terdapat beberapa hal atau langkah
yang perlu diperhatikan dalam menerapkan metode analisis resiko secara umum,
yaitu sebagai berikut:
1. Pertama, menentukan ruang lingkup (scope statement).
Hal ini harus dipercayai oleh semua kalangan pihak yang menaruh perhatian pada
masalah. Dalam menentukan ruang lingkup ini, ada tiga hal yang harus
diperhatikan, yaitu menentukan secara tepat apa yang harus dievaluasi,
mengemukakan apa jenis analisis resiko yang akan digunakan, dan mengajukan
hasil yang diharapkan.
2. Menetapkan aset (asset pricing). Pada langkah kedua
ini, semua sistem informasi ditentukan secara spesifik ke dalam ruang lingkup
yang telah dirancang, kemudian ditaksir ‘harga’ (price)-nya.
3. Risks and Threats.
Resiko (risk) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian atau
mengurangi nilai kegunaan operasional sistem. Sedangkan ancaman (threats)
adalah segala sesuatu yang harus dipertimbangkan karena kemungkinannya yang
dapat terjadi secara bebas di luar sistem sehingga memunculkan satu resiko.
4. Menentukan koefisien dampak. Semua aset memiliki
kerentanan yang tidak sama terhadap suatu resiko. Oleh sebab itu perlu
dicermati dan diteliti sejauh mana sebuah aset dikenali sebagai hal yang rentan
terhadap sesuatu, serta perbandingannya dengan aset yang justru kebal sama
sekali.
5. Single loss expectancy atau ekspetasi kerugian
tunggal. Pada poin ini, Meritt menjelaskan bahwa aset-aset yang berbeda akan
menanggapi secara berbedap pula ancaman-ancaman yang diketahui.
6. Group evaluation atau evaluasi kelompok, yaitu langkah
lanjutan yang melibatkan sebuah kelompok pertemuan yang terdiri dari para
pemangku kepentingan terhadap sistem yang dianalisis (diteliti). Pertemuan ini
harus terdiri dari individu yang memiliki pengetahuan tentang komponen-komponen
yang beragam tersebut, tentang ancaman dan kerentanan dari sistem serta
pengelolaan dan tanggung jawab operasi untuk memberikan bantuan dalam penentuan
secara keseluruhan. Pada langkah ini lah biasanya metode hibrida dalam analisis
resiko dilakukan.
7. Melakukan kalkulasi (penghitungan) dan analisis.
Terdapat dua macam analisis. Pertama, across asset, yaitu analisis yang
bertujuan untuk menunjukkan aset-aset tertentu yang perlu mendapat perlindungan
paling utama. Kedua, across risk, yaitu analisis yang bertujuan untuk
menunjukkan ancaman apa dan bagaimana yang paling harus dijaga.
8. Controls atau pengendalian, yaitu segala hal yang
kemudian diterapkan untuk mencegah, mendeteksi, dan meredakan ancaman serta
memperbaiki sistem.
9. Melakukan analisis terhadai control atau pengendalian.
Ada dua metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis aksi kontrol ini, yaitu
cost and benefit ratio dan risk or control.
B. Metodologi Analisis Resiko Eugene Tucker
Eugene Tucker, dalam Other Risk Analysis
Methodologies, menjelaskan bahwa terdapat banyak metode analisis resiko dan
kerentanan. Bagi satuan pengamanan professional, merupakan satu keharusan
baginya untuk mengetahui dan menyadari perbedaan dasar dari
metodologi-metodologi yang ada tersebut. Secara lebih lanjut, Tucker
menjabarkan beberapa metodologi analisis resiko dan kerentanan, antara lain
adalah Operational Risk Management (ORM), CARVER+Shock, dan Vulnerability Self
Assessment Tool (VSAT).
Operational Risk Management (ORM) merupakan sebuah
sistem manajemen resiko berbasis teknis yang umumnya digunakan oleh lembaga
Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration) dan militer
untuk menguji kemanan dan resiko atas sistem yang ada. Perangkat analisis ini
dirancang untuk mengenali manfaat dan resiko cara kerja untuk menentukan arah
terbaik dari satu tindakan yang diambil dalam situasi tertentu. Resiko yang
diteliti itu dapat merupakan akibat dari proses yang tidak memadai atau gagal,
dari orang, dari sistemnya sendiri, maupun dari kejadian-kejadian di luar
sistem (bersifat eksternal).
Lembaga Administrasi Obat-obatan dan Makanan atau Food
and Drugs Administration (FDA), merupakan salah satu contoh lembaga di Amerika
Serikat yang menggunakan metode ORM dalam mempertanggungjawabkan kemanan satu
produksi pengimporan, pergudangan (warehousing), transportasi dan pesebaran
makanan (barang konsumsi) di negara tersebut. Secara umum, seperti yang
dilakukan oleh FDA, terdapat enam langkah dari ORM, yaitu (1) mengenali bahaya
(identify the hazards; (2) menakar atau menilai resiko yang ada (assess the
risk); (3) menganalisa ukuran pengendealian resiko (analyze risk control
measures); (4) membuat putusan pengendalian (make control decision); (5)
menerapkan pengendalian resiko (implement risk controls); dan (6) pengawasan
dan peninjauan (supervise and review).
Sedangkan metodologi analisis resiko CARVER+Shock—satu
metode yang digunakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, yang kemudian
diadaptasi oleh beberapa lembaga lainnya, seperti Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA), Food Safety and Inspeection (FSIS), dan Badan Keamanan Dalam
Negeri Ketahanan Pangan dan Kesiapsiagaan Darurat (OFSED)—merupakan sebuah
perangkat yang lebih bersifat memprioritaskan target ofensif untuk
mengidentifikasi simpul-simpul kritis yang cenderung rentan menjadi target dari
serangan teroris, dan juga untuk merancangkan ukuran pencegahan dalam
mengurangi resiko. Cara ini, sesungguhnya, memiliki hubungan dengan metodologi
dalam ORM.
Metode CARVER+Shock mempertimbangkan dan membahas
tujuh faktor yang mempengaruhi daya tarik dari sebuah target (korban resiko),
antara lain:
Critically, yakni sejauh mana faktor kesehatan publik
dampak eknomi mencapai intense penyerang atau pelaku (attacker). Faktor ini
mengajukan pertanyaan seberapa pentingnya sebuah target sebagaimana ditentukan
oleh dampak dari pengerjaan dan pengrusakan?
Accessibility, yakni akses atau jalan masuk terhadap
target. Faktor ini mempertanyakan semudah apa sebuah target dapat disentuh,
baik melalui cara penyusupan (infilotrasi) maupun dengan menggunakan alat atau
senjata (weapons)?
Recuperability, yakni kemampuan sistem yang ada untuk
memulihkan diri dari sebuah serangan. Faktor ini mengusung pertanyaan berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk mengganti atau memperbaiki target setiap kali
mendapat serangan (kerusakan)?
Vulnerability, yakni kerentanan atau kemudahan
terjadinya serangan.
Effect, yakni jumlah kerugian langsung akibat
terjadinya serangan.
Recognizability, yakni kemudahan dalam mengenali
sebuah target.
Shock, yakni efek psikologis dari sebuah serangan.
Hasil dari analisis tentang ketujuh faktor tersebut
menjadi rumusan dasar bagi pengelolaan dalam membangun dan mengembangkan
strategi pengamanan.
Sementara itu, Vulnerability Self Assessment Tool
(VSAT) merupakan metodologi sekaligus software yang digunakan untuk membangun
atau merancang sistem keamanan yang mampu melindungi target spesifik dari
aksi-aksi spesifik lawan (adversaries). Cara ini dianggap pula sebagai
metodologi kualitatif berbasis nilai kegunaan (asset-based). Tujuannya ialah
untuk menaksir kerentanan, mengembangkan prioritas berdasarkan biaya dan
kelayakan satu proses remediasi, dan menentukan solusi yang paling potential
untuk kerentanan yang paling diprioritaskan. Software VSAT sendiri juga
memungkinkan bagi petugas pengamanannya untuk memodifikasi dan merancang
perlakuan tambahan (ancaman buatan) dan tindakan balasan (countermeasure).
VSAT juga menggunakan sebuah garis penilaian dan
analisis penyempurnaan untuk menghitung Risk Reduction Units dari ‘tindakan
balasan yang ditentukan’ dalam proses analisis. Biaya dari modifikasi ini
kemudian dikalkulasi, dan hasilnya menjadi patokan untuk menentukan biaya adau
modal dalam melaksanakan rancangan pengamanan. Terdapat sebelas langkah
penilaian dalam metode VSAT, yaitu (1) mengidentifikasi asset; (2)
mengeidentifikasi ancaman; (3) menentukan simpul yang rentan; (4) mengenali
keberadaan tindakan balasan (countermeasure); (5) menentukan tingkat resiko;
(6) menentukan kemungkinan terjadinya kesalahan atau kegagalan; (7) menetapkan
kerentanan; (8) menentukah kecocokan resiko; (9) mengembangkan tindakan balasan
(countermeasure) baru; (10) memperagakan analisis biaya resiko; (11)
mengembangkan sebuah perencanaan yang berkelanjutan.
Sumber :
https://manshurzikri.wordpress.com/2012/06/04/analisis-resiko-dan-beberapa-metodologinya/
0 komentar:
Posting Komentar